Senin, 14 Juni 2010

Tata Niaga Kayu Alalak

oleh: Gusti Rina Arhadi

Pendahuluan

Berbicara mengenai permasalahan kawasan industri kayu Alalak tidak terlepas dari 2(dua) kelurahan yaitu Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Utara Kecamatan Alalak Kota Banjarmasin dan 5(lima) desa yaitu Desa Berangas, Desa Berigin, Pulau Sugara, Alalak dan Pulau Semangi yang terdapat di kecamatan Alalak Kabupaten Batola.
Wilayah Alalak Besar yang terdiri dari kelurahan Alalak Selatan, Alalak Tengah dan Alalak Utara merupakan salah satu pemukiman tertua di Banjarmasin, nama kawasan ini sudah ada di dalam hikayat Banjar yang ditulis terakhir pada tahun 1663. Nama Alalak Besar dalam hikayat Banjar disebut Halalak sedangkan Desa Pulau Alalak kabupaten Batola merupakan desa dalam sebuah pulau (delta) yang disebut Pulau Alalak, dalam Hikayat Banjar disebut Pulau Halalak.
Masyarakat Alalak kebanyakan berprofesi sebagai pekerja kayu yang sudah dilakukan secara turun temurun beberapa generasi. Dikawasan ini banyak terdapat penggergajian kayu (sawmil dan bansaw) pembuatan kapal dan mebel.
Letaknya Alalak dari masa ke masa merupakan jalur distribusi perdagangan kayu dan perdagangan antar pulau
Mengingat Barito Kuala hanya memiliki 2,18 % kawasan hutan dan kotamadya Banjarmasin hanya memiliki hutan bakau, sehingga bisa dipastikan Kawasan Alalak tidak memiliki konsesi hutan untuk mensuplai bahan baku kayu.


Latar Belakang

Meskipun REI berusaha untuk mencari bahan alternatif pengganti kayu yang lebih murah selain untuk menekan harga pembangunan rumah tetapi juga keberadaan kayu dirasakan semakin langka namun bahan kayu bagi industri ini tetap saja dibutuhkan, begitu juga dengan industri meubel dan sejenisnya.

Sehingga sangatlah bijak jika instansi terkait menata kawasan Alalak karena:

Kayu merupakan kebutuhan primer yang masih diperlukan bagi pembangunan Kota Banjarmasin dan Kalimantan Selatan

Industri kayu Alalak banyak menyerap tenaga kerja lokal yang bermukim di sepanjang Sungai Barito.


Permasalahan dan Solusi

Penyediaan Bahan Baku Dalam Jangka Pendek
Habisnya hutan juga malapetaka bagi warga lokal, bukan hanya bagi pemegang HPH. Akibat pasokan bahan baku yang mulai langka, semua industri terimbas. Bedanya, jika HPH sudah kenyang mengeruk hutan, industri kayu rakyat sejak dulu hingga sekarang hanya beroperasi sekadar untuk menghidupi keluarga pekerjanya saja.

Selain itu penyedian bahan baku yang selama ini didapatkan dari kayu limbah industri/kayu rijek ada juga yang berasal dari kayu hayutan Kalimantan Tengah yang dianggap sebagai hasil illegal logging atau penebangan hutan liar. Anggapan ini tentu saja tidak sepenuhnya salah karena banyaknya sawmil liar menyebabkan penebangan secara liar juga marak terjadi.

Berdasarkan data Walhi Indonesia di sepanjang Sungai Barito Alalak beroperasi sekitar 129 industri kayu, terdiri dan 14 industri plywood. Daya serap Industri Kayu Alalak terhadap tenaga kerja, lebih dari 18.000 pekerja baik yang ditampung disektor formal maupun informal.

Dengan keterbatasan bahan baku saat ini menyebabkan banyak usaha gulung tikar dan pengangguran di kawasan ini semakin meningkat sehingga pemenuhan bahan baku dalam jangka pendek sangat diperlukan untuk menjamin kelangsungan usaha dan menekan pengangguran.

Mengatasi kelangkaan bahan baku dan mengingat di sepanjang sungai Barito di dekat Pulau Alalak beroperasi juga industri plywood, maka kebutuhan bahan baku bagi Industri rakyat dapat diatasi dengan sistem tata niaga penyediaan bahan baku log maupun kayu rijek dengan para industri kayu olahan.

Besarnya kebutuhan yang harus dipasok oleh indutri kayu olahan kepada industri kayu rakyat dapat diatur oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah yang mewajibkan industri kayu olahan mensuplai bahan baku kepada industri kayu rakyat dalam jumlah tertentu sesuai kesepatan bersama .

Selain itu dalam jangka panjang industri kayu Alalak juga perlu dikaji kembali untuk memiliki hak dan mengolah HPH yang ditinggalkan dan HTI dengan bantuan dan binaan dari pemerintah atau setidaknya pemerintah memfasilitasi kontrak suplay bahan baku antara industri kayu Alalak dengan masyarakat pengelola HTI

Dukungan Peraturan Terhadap Industri Kayu Alalak Dalam Jangka Panjang
Nasib industri perkayuan informal kini semakin tak menentu karena memang tidak ada aturan yang menatanya. Dalam khazanah industri kehutanan, industri rakyat itu tidak memenuhi persyaratan dan pasti akan kena dampak kebijakan restrukturisasi karena tidak ada jaminan bahan baku.

Kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini memang lebih mengarah pada bagaimana menyediakan suplai bagi kebutuhan perusahaan HPH. Pemerintah memang hanya mengejar target-target ekspor tanpa memperhatikan mekanisme penyediaan kayu lokal.

Saat kayu semakin langka, dalam jangka panjang sebaiknya pemerintah juga tidak membiarkan industri kayu rakyat berdiri tanpa aturan dan pembinaan. Peraturan yang jelas tentang Tataniaga kawasan Alalak akan memudahkan pemerintah untuk mengawasi berdirinya sawmil-sawmil liar yang merugikan penerimaan pajak daerah (PAD). Selain itu pembinaan dari pemerintah diharapkan juga bisa meningkatkan peran kawasan ini tidak hanya sebagai pengolah bahan mentah tetapi juga menjadi bahan setengah jadi dan aneka produk terkait seperti mebel, kapal dll yang berkwalitas dan memilki daya saing sehingga meningkatkan nilai jual dan kesejahteraan masyarakat Alalak.

Tidak bisa dipungkiri keberadaan sawmill liar menyebabkan kasus penebangan liar marak terjadi selain itu juga menumbuhkan mental kriminal dan budaya tidak profesional dikalangan usaha kayu di Kawasan Alalak yang kurang mendidik bagi SDM masyarakat Alalak baik dimasa sekarang maupun dimasa akan datang.

Guna kelangsungan usaha kawasan Alalak diperlukan sebuah tata niaga agar warga Alalak bisa menjalankan usahanya dengan tenang dan focus tanpa terhalang peraturan- peraturan yang ilegal. Peraturan tersebut merupakan payung hukum berupa peraturan daerah yang mengaturnya tentang Tataniaga Industri Kayu Rakyat memuat secara lengkap tentang :

a. Tata kelola lingkungan
b. Penyediaan bahan baku
c. Manajemen usaha
d. Kebijakan harga dan perpajakan
e. Pasar


Penutup

Sudah Saatnya semua instansi terkait duduk bersama untuk membenahi tata niaga perdagangan kayu rakyat agar pengusaha para pekerja kayu di kawasan Alalak memiliki kepastian penghasilan dan masa depannya.

Era hutan sebagai industri di Kalimantan Selatan sudah berakhir karena hutan Kalsel semakin habis. Kalimantan Selatan sekarang memasuki era pengamanan hutan alam dan rehabilitasi karena kawasan hutan yang rusak telah mencapai lebih dari 500.000 hektar kondisi ini mudah-mudahan memberikan kesadaran kita bersama khususnya untuk masyarakat Kalimantan Selatan hutan harus dilestarikan, tata niaga niaga yang jelas bagi industri kayu rakyat Alalak mudah-mudahan mampu turut serta mengamankan hutan dari penjarahan dimasa depan.